Awalnya dikenal dengan nama Bandara Buluhtumbang yang dirintis oleh militer Jepang tahun 1945. Di era merdeka, di tahun 1950, pesawat yang ditumpangi Bung Karno sempat menggunakan landasan Bandara Buluhtumbang. Ketika terjadi kronfrontasi Indonesia-Malaysia (1962-1966), Bandara Buluhtumbang dijadikan salah satu basis pertahanan udara diikuti dengan dibangunnya fasilitas radar militer di Sungai Padang.
Setelah, kepentingan militer tidak ada, bandara seperti ditinggalkan. Bandara Buluhtumbang menjelma sebagai bandara komersial yang didarati pesawat Dakota berlogo Garuda Indonesia Airways. Maskapai penerbangan pemerintah ini satu-satunya maskapai yang beroperasi di Belitung hingga masa perusahaan timah Belanda Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB), PN Timah lalu PT.Timah.
Dirintis militer Jepang, dilibatkan dalam konfrontasi negara tidak serta merta membuat sarana prasarana bandara bertambah pesat. Bandara beroperasi secara konsisten karena dukungan sektor pertambangan di era PT.Timah. Dan ketika PT Timah, Tbk, melakukan restrukturisasi organisasi tahun 1991, bandara nyaris sepi, maskapai datang silih berganti tetapi penumpang tidak mengalami lonjakan berarti pada di tahun yang Pemerintah Pusat meluncurkan program pariwisata Visit Indonesian Year. Banyak menteri era Orde Baru datang meresmikan pembangunan fasilitas pariwisata namun tak menampakkan hasil. Baru pada tahun 2008, dengan boomingnya film “ Laskar Pelangi”, pariwisata mengalami peningkatan pesat.
Kali ini menteri yang datang, mulai melirik bandara sebagai gerbang wisata. Apa yang sudah ditetapkan dalam PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS ) menetapkan Belitung sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Dan tahun 2016 pemerintah mengubah status bandara menjadi bandara internasional.Kementerian Pariwisata melalui Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuat langkah terobosan untuk percepatan pariwisata Belitung sebagaimana diberitakan media online, detiktravel,(3/9/2016). Media menyebutkan Belitung akan menerima alokasi dana pusat puluhan trilyun menyusul ditetapkan Belitung sebagai 1 dari 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional “ Bandara HAS Hanandjoeddin dengan runway sepanjang 2.250 meter lebar 45 meter akan dinaikkan statusnya menjadi international airport sebelum liburan akhir tahun 2016″ tandas Menteri.” Kami naikkan status bandara Hanandjoeddin Belitong menjadi bandara internasional. Tidak harus menunggu 2018, kelamaan. “ ujar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi pada detiktravel.com
Gaungnya menjadi besar , tidak hanya media cetak, media elektronik dan online pun memberitakan pembangunan pariwisata Belitung dengan rencana pengembangan bandara bertaraf internasional yang kini bernama Bandara H.AS Hanandjoeddin. Begitupun ketika digelayuti permasalahan lahan antara Pemkab Belitung dan Lanud TNI AU Tanjungpandan, berbagai media memberitakannya. Pihak Kementerian Perhubungan yakin dengan rencana pengembangan bandara HAS Hanandjoeddin apalagi Perpres Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional terbit dimana pada Bab IX Penyelesaian Permasalahan Dan Hambatan Pasal 28 ayat 1 digaris bawahi bahwa Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan dibidangnya dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dengan dua ketetapan ini, menjadikan bandara mengalami peningkatan status menjadi bandara internasional. Sebenarnya dengan Perpres sudah cukup memastikan rencana pengembangan bandara, hanya saja Direktorat Perhubungan Udara yang mengelola bandara perlu merubah beberapa Masterplan agar tidak bersinggungan dengan Master Plan pangkalan udara TNI dengan alokasi lahan 300an hektar yang tak kalah gencar menyandingkan rencana pembangunan bandara HAS Hanandjoeddin menjadi bandara bertaraf internasional.
Indikasi hambatan dalam pembangunan memang selalu ada karena itu terbit Perpres Perpres Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Sementara sebagai Kepala Daerah, Bupati Belitung, H.Sahani Saleh, SSos merasa bersyukur atas kepastian peningkatan status bandara dari Menteri Pariwisata dan Menteri Perhubungan mengangkat. Bupati juga memahami hambatan pembangunan karena ia mengikuti perkembangan alih lahan bandara dengan Pangkalan TNI AU sejak masih menjadi PNS. Bersama Wakil Ketua DPRD Kab.Belitung dan jajaran di Direktorat Perhubungan Udara, Bupati Belitung menggelar syukuran di Bandara H.AS Hanandjoeddin, Tanjunpandan pada Sabtu (1/10/2016) sebagai awal dari proses rehabilitasi fasilitas di bandara. Adapun penetapan menjadi bandara internasional yang direncanakan pada bulan November 2016 mendatang.
Dan pada 25 Januari 2017 yang lalu, di Bandara Internasional HAS Hanandjoeddin -Belitung melakukan simulasi pelaksanaan prosedur penerbangan internasional dengan melibatkan Custom (Bea Cukai), Immigration (Imigrasi) and Quarantine (Karantina) atau CIQ. bekerjasama dengan maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA282 membuktikan hadirnya bandara bertaraf internasional sudah didepan mata dan sempat dihadiri oleh Bupati Belitung Sahani Saleh.
Diretorat Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan pun memaparkan dalam website http://hubud.dephub.go.id kondisi bandara terkini dengan Runway : 2400m x 45 m, Taxiway 2 x 67,5 m x 23m Pesawat yang dilayani : Boeing737 – 200/ 300/ 400/500/800-NG dan A-320. Lengkap kriteria teknis lainnya. Urgensi proyek pengembangan bandara makin dibutuhkan. Tidak ada yang lebih membahagiakan manakala perjuangan panjang membuahkan hasil. Tentu saja perjuangan itu dibarengi dengan kesiapan berbagai dokumen perencanaan pendukung termasuk alokasi pendanaan dari pemerintah pusat dan daerah.
Namun tiba-tiba terdengar kabar, Pemerintah Pusat membatalkan proyek strategis. Reaksi Bupati cepat beredar di media online dan media cetak lokal karena bagi awak media bahasa lugas Bupati Belitung memiliki nilai, nilai dari sebuah kekecewaan dengan kata ‘pembatalan’. Bahkan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung digiring untuk menafsirkan kata pembatalan.
Jawaban atas tafsir pembatalan dan penundaan cukup dijawab dengan peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah yang diperkuat dengan matrik perencanaan pemerintah pusat yang menjadi acuan Bappeda Kabupaten Belitung dalam menindaklanjuti pembangunan bandara HAS Hanandjoeddin.
Lalu lintas data dan informasi di era digital akan mudah dinetralisir hanya dengan peraturan tertulis. Keyakinan ini pun disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. “ Ya, yang menulis judul kan media “ tulis Kadin Perhubungan Babel, H Huzarni Rani. Sementara Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Belitung, Ayie Thamrin menyebutkan ada peraturan Menteri Perhubungan terkait degan status bandara HAS Hanandjoeddin yakni Kepurusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 856 Tahun 2016 tanggal tentang Penetapan Bandar Udara H.A.S Hanandjoeddin, Tanjungpandan, Provinsi Bangka Belitung sebagai Bandar Udara Internasional. ” Untuk bandara HAS Hanandjoeddin sudah tidak ada keraguan (pembangunannya) ” tandas Ayie Thamrin. Maka dalam hitungan detik, konfirmasi dan kejelasan berita pun menjadi terang.
Ungkapan rasa kecewa terlanjur dicetak. Maka yang diperlukan hanyalah tafsir kekecewaan bahwa perjuangan panjang, ikhtiar dan perencanaan jauh-jauh hari bisa terjadi siapa saja. Apalagi saksi perjuangan dan penentu kebijakan. Begitulah perjalanan di dunia maya, di dunia nyata dan di dunia tafsir. (*)