Tanggal 13 Mei 1955 memiliki nilai sejarah penting bagi pelajar Belitung. Meski baru 10 tahun Indonesia merdeka, pelajar Belitung sudah punya tekad untuk mewadahi anak-anak kampung bersekolah ke luar pulau. “Masa lalu penting karena menjadi pijakan langkah kedepan” ucap Miftah, pengurus IKPB yang turut menggagas Tahlilal untuk Almarhum H.Rachim Syarif. dan Malam Silaturahmi sesama pengurus dan alumni IKPB berbagai angkatan di Mesjid Ihram.
Generasi mahasiswa atau pelajar sekarang mungkin tidak banyak mengenal sosok Rachim Syarif yang wafat hari Selasa 14 Februari 2017 . Dialah salah satu dari sekian tokoh pemersatu dua organisasi pelajar Belitong. Bersama Sobron Aidit dan tokoh pelajar lain mereka sepakat menggabungkan organisasi Keluarga Pelajar Belitung (KPB) dan Ikatan Pelajar Belitung ( IPB ) berdiri tahun 1952 menjadi Ikatan Pelajar Belitung (IKPB) dalam pertemuan pelajar di Gedung Markas Pertemuan Buruh Kelapa Kampit, tanggal 13 Mei 1955.
Rekan Rachim Syarif yang lebih dulu wafat, Sobron Aidit menuliskan suka duka anak Belitung ketika hendak melanjutkan pendidikan ke luar Belitung. Ditulis di Paris 10 Juli 200 sialm dalam ‘Kisah Serba-Serbi’. Sekolah di Belitung hanya sampai SD atau HIS ( Hollands Inlands School). Tahun 1948 Sobron pun melanjutkan sekolah keluar Belitung. Dimasa itu sudah banyak anak Belitung melanjutkan ke Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Pontianak dan Banjarmasin. Namun umumnya Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan Bogor. Baru era tahun 1952 – 1953 perkumpulan pelajar daerah didirikan mula-mula IPB – Ikatan Pelajar Belitung, lalu berubah menjadi IKPB – Ikatan (Keluarga dan Pelajar Belitung) Tahun 1953
Sejarah memang hanyalah masa lalu, bulukan, tulis Nazwar Chalidin Amar sebab itu ia berpesan kepada generasi penerus IKPB bahwa ilmu tanpa sejarah sama sekali tidak bermakna seperti pendapat Filsuf Lakatos yang ia kutip : Filsafat ilmu tanpa sejarah ilmu pengetahuan adalah kosong (sedang) sejarah ilmu tanpa filsafat ilmu adalah buta. Maka tak salah kalau Pengurus IKPB sekarang yang akan habis masa baktinya tahun 2017 ini menginisiasi Malam Silaturahmi dan Tahlian mengenang wafatnya tokoh IKPB, Rachim Syarif di Mesjid Al Ihram (28/2).
Pendapat Nazwar ternyata dituruti oleh mereka yang mengisi Malam Silaturahmi di Mesjid Al-Ihram.Ba’da Isya, sejumlah tokoh yang memiliki ikatan emosional dengan IKPB tak terkecuali mereka yang pernah mengenyam pendidikan di rantau seperti Pak Ghairu,Zulfriandi Afan, Amin Nurachman yang turut membacakan Yasin dan Tahlil untuk almarhum. Allahumma firlahu warhamhu waafihi wafu`anhu (Ya Allah, ampunilah dosanya, berilah rahmatMu ke atasnya, sejahtera dan maafkanlah dia).
“ Meski sudah berada di posisi penting di perusahaan timah, kepedulian Rachim Syarif terhadap pelajar sangat besar “ kenang Pak Long Zani. Pak Long Zani, Pengurus IKPB Yogyakarta era tahun 1978 menyikapi kondisi masyarakat Belitong yang sulit disatukan kalau sudah menyangkut kepentingan politik. Meskipun politik juga dibutuhkan untuk menyuarakan kepentingan bersama. Politik diperlukan agar jangan maor seperti suara motor, kencang suaranya tapi tidak beranjak dari tempat semula .
“ Harus diambil hikmah. Sejarah itu bukanlah (sekedar) nostalgia” kata Haziarto. Pengurus IKPB Pusat Periode 1983-1985 yang hadir mewakili Bupati Belitung menekankan agar IKPB bisa ‘mengurus’ dirinya sendiri. Perlu badan hukum semacam Yayasan agar tidak tergantung dengan bantuan orang lain, begitupun dengan dana tidak dihimpun untuk kegiatan sesaat tetapi berkelanjutan. Dukungan pasti ada apalagi untuk menghimpun dana beasiswa pelajar/mahasiswa. Menurut Haziarto, ada hikmah yang perlu dipetik dari sosok Almarhum Rachim Syarif dalam memperjuangkan pelajar Belitong. Ketua Umum IKPB periode 1983-1985 ketika itu Husni Husin, kepengurusannya demisioner dan digantikan dengan Tamansyah.
Diakhir acara, Pengurus IKPB baik Miftah, Reja Novian dan Surya tidak menampik adanya persoalan yang membelit organisasi sekarang ini. Namun diakhir masa bhakti kepengurusan nanti mereka bertekad memperbaiki organisasi, merevitalisasi AD/ART dan mewujudkan gagasan untuk menghimpun mahasiswa Belitong memberikan pengabdian ke kampung halaman. Terbesit niat untuk mengumpulkan mahasiswa dari beragam disiplin ilmu lalu menyebarkan mahasiswa untuk memecahkan masalah di kampong halaman, disebarkan ke seluruh desa seperti program Kuliah Kerja Nyata yang mereka sebut “ Dari Rantau Untuk Belitong”. Semoga niat tulus tersebut bisa terwujud, Amin.Dalam setiap kesulitan pasti ada jalan keluar. Layaknya burung hantu, mampu melihat target meski dalam kegelapan (fiet)