TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Dimasa paceklik, daya kreatif dan inovatif muncul. Pengalaman membuktikan petani Jepara kreatif mengukir setelah tidak ada pekerjaan di sawah. Tak berbeda halnya dengan mereka yang tidak bisa menambang timah.
Adalah Iwan, yang melirik peluang dari popularitas Spearfishing. Pengalamanya sebagai tukang kayu membuatnya terampil menghasilkan peralatan Spearfishing. “ Sekarang ini banyak yang menggemari Spearfishing. Yang sulit itu membuat panahnya, tetapi ada yang bisa membuatnya “ kata Amin Nurachmin sembari membuka akun Citbor. Dari foto- foto yang ditunjukkan Amin, ternyata perkembangan Spearfishing di Belitung meluas dan bisa dijadikan ladang usaha. “Dengan kayu tembalun ia (Iwan) bisa membuat gagang (spear). Nanti kalau karetnya bisa menggunakan karet ban dalam motor. Kalau sudah punya uang makai pentil karet, baru membeli karet khusus untuk Spearfishing” jelas Amin
Produk handmade Iwan ternyata digemari, kualitasnya pun tak kalah dengan buatan pabrik. Tentu saja usaha Iwan ini terdongkrak karena daya dorong yang kuat dari sektor wisata dimana komunitas sport fishing dan Spearfishing mulai melirik perairan Belitong sebagai spot buruannya. Menurut Amin, olahraga Spearfishing mulai dikenal di Belitong pada akhir 2014. Sensasi yang ditawarkan adalah sensasi mencari target buruan dengan menyelam bebas (free dive). Untuk menjamin rasa aman, pemburu memeriksa spot buruan lebih dahulu. Begitu cocok, baru melakukan penyelaman. Biasanya sampai di kedalaman 10 meter.
Kadis Perikanan, Destika Efenly mendukung kegiatan fear fishing,Fear fishing merupakan hal yang memberi manfaat terhadap perlindungan terumbu karang. Tanpa terumbu karang, spot buruan hilang. “ Yang dikhawatirkan kalau ikan diracuni (ditaburi potas) setelah itu baru dipanah. Kalau ini jelas merusak. Jadi sekedar kamuflase “ kata Destika. Hingga sekarang belum ada melaporkan adanya intrik menangkap ikan dengan cara ilegal semacam itu. Ia yakin masyarakat kecil ataupun penggemar Spearfishing tidak akan melakukan hal itu.
Motif orang menangkap ikan dengan Spearfishing beragam dari sekedar hobi hingga menjadikannya sebagai kamuflase mencari keuntungan tanpa memperdulikan lingkungan laut. “ Saat itu, banyak yang berpikir bagaimana mencari ikan besar di laut karena dengan memancing membutuhkan waktu lama maka alternatifnya ke Spearfisihing “ Itulah yang membeda sport fishing dan Spearfishing. Nilai tenggiri didapat dengan mancing akan berbeda dengan Spearfishing. Fenomena Spearfishing menjadi contoh bagaimana sektor kelautan belum tergarap optimal. Spot (titik) objek buruan relatif tidak terganggu dengan regulasi kecuali jika regulasi itu sendiri merusak lingkungan perairan.
Sosok Iwan yang melirik potensi Spearfishing sebagai usaha alternatif di masa paceklik dianggap tepat mengingat perkembangan Sport Fishing di Kabupaten Belitung kini meningkat. Tahun 2016 lalu, untuk pertama kali Pemkab Belitung melalui Dinas Perikanan Kabupaten Belitung Kelautan bersama komunitas sportfishing menggelar Turnaman Mancing Kategori Sport Fishing. Kegiatan ini menjadi ajang promosi wisata bahari yang diikuti 40 regu dari dalam dan luar negeri dan rencana kembali akan digelar tahun ini mendampingi event Festival Bahari dari Dinas Pariwisata.
Melihat peluang usaha masyarakat seperti Iwan dan dampak yang ditimbulkan dari turnamen mancing memberi keyakinan bahwa potensi wisata bahari sangat besar. “ Selama ini, pariwisata kita hanya digarap di daratan, sedang potensi laut belum digarap optimal “ kata Destika saat mengikuti Rapat Penguatan Tim Koorinasi dan Pokja Keparwisatan di Bapeda (6/3). Oleh karena itu ia berharap hasil rapat di Bapeda (6/3) menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di Provinsi nanti. Destika seolah ingin mengatakan kalau RZWP3K itu kalah pamor dengan RTRW. “ Padahal RZWP3K itu konsekuensi dari implementasi UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan telah diamanat oleh UU Nomor 1/2014 (tentang Perubahan Atas -Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Jadi jelas mana zonasi pariwisata yang akan dikembangkan “
Menurut Amin, karakter pulau-pulau di Belitung merupakan pulau atol, dimana sekitar pulau dikelilingi karang, harus dijaga karena spot untuk mancing atau Spearfishing yang menarik minat orang datang ke Pulau Belitung. Apa yang diupayakan pemerintah pusat dengan gerakan Sadar Wisata sebenarnya dapat dilihat dari kerasnya penolakan kehadiran kapal hisap. Namun sebagaimana kewenangan dalam penetapan wonasi wilayah pesisir dan pulau kecil, kewenangan penambangan pun kini sudah berada di Pemerintah Provinsi yang baru menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Dan pengalaman dampak yang ditimbulkan dari penambangan laut di perairan Bangka hendaknya jadi pengalaman. “ Biasanya ikan akan liar pada siang hari, baru pada malam hari ikan mudah ditaklukan. Sorotan lampu yang terbatas dan terfokus akan mudah memburu ikan “. Ucapan mempertegas kekhawatiran Destika terhadap penataan kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jika laut dikuasai, dirusak tidak hanya berdampak pada habitat laut tetapi masyarakat pesisir dan yang lebih luas lagi masyarakat pariwisata (fiet)