Hidup ini jangan seperti besi. Jadilah (bola) karet. Begitulah lirik lagu balada berisi nasehat menyambut matahari kehidupan. Menjadi bola karet, akan melambung juga dilempar. Tak seperti besi, tangguhnya besi bisa tak berdaya . Dan hidup adalah pasangan. Ada terang ada gelap, ada kuat ada lemah.
Lama saya tidak membaca pesan dari smartphone. Saya teringat, waktu sholat Jum’at tadi HP harus dimatikan. Akibatnya pesan yang dikirim Ketua Korpri, Hendra Cahya tidak bisa dibaca. Pesannya ingin mengajak serta ke tempat ‘bola kehidupan’ bergelinding. Lapangan?. Bukan!. Pak Hen mengajak ke Lembaga Pemasyarakatan Cerucuk.
Jum’at (10/3) pukul 14:00 rombongan akan berkumpul. Nah ini sudah jam 16:00. Sudah pasti terlambat memburu berita. Namun saya salah. Pak Hen, Pak Mirang, Mas Imam ternyata bukan sumber berita. Tujuan mereka ke Lapas Cerucuk ternyata membawa pesan, pesan keprihatian sesama anggota Kopri. “Kita mau membezuk Pak Hardono dan Syafril “.
Sekarang baru ingat dua nama disebut Pak Hen, media lokal memang sempat memuat berita Pak Hardono dan Syafril yang sedang terjerat kasus hukum. Nama keduanya memang jarang didengar, padahal saya cukup akrab dengan keduanya. Ketika atlet Korpri Belitung suka cita merayakan kemenangan di ajang Pekan Olahraga Korpri, Pak Hardono dan Pak Syafrizal tidak terlihat.
Siapa pak Hardono dan Pak Syafril, Pak Hen tentu bukan sekedar tahu. Sekian tahu mereka mengabdi pada bidang yang sama, bidang olahraga. Jelas mereka punya hubungan emosial. Namun hari ini, Pak Hen dan pengurus Korpri Kabupaten Belitung tidak hanya ingin mengenang masa suka cita, ketika Tim Olahraga Kopri yang menjuarai kompetisi olahraga level provinsi dulu. Rasa suka cita kini sudah pudar, berganti empati namun sekecil apapun rasa suka cita pasti akan mereka bawa ke Cerucuk.
Maka berangkatlah Pak Hendra Cahya ke Cerucuk yang kini menjabat Plt. Ketua Korpri bersama Mirang Uganda (Ketua Bidang Kelembagaan Korpri), Imam Fadili (Wakil Ketua LKBH Korpri), Saprin (Wakil Ketua Bidang Pendidikan yang juga mewakili Kepala Kepegawain dan Pengembangan SDM), Sudarsih (Kasi Fasilitasi ASN/Korpri), Bambang (Anggota LKBH Korpri), Raja Pelangi (Staf Fasilitasi ASN/Korpri). Harapannya tak besar, memberi dukungan moril kepada kedua anggota Korpri yang tersandung masalah hukum dan dua pengacara dari LKBH yakni Hadi Karya Husin, SH dan Haryanto,SH. Kedua pengacara inilah yang menjadi pendamping hukum selama ini. Mengingat Pak Hardono dan Syafril tidak mengerti banyak persoalan hukum yang menjerat mereka.
“Kami datang ingin memberikan support dan membesarkan hati kedua anggota ASN/Korpi agar mereka bersabar dan ikhlas menerima musibah ini. Tetaplah berdoa kepada Allah SWT bahwa semua (perjalanan hidup) ini adalah ketentuanNya. Insya Allah akan ada hikmah positif dibalik peristiwa” tulis Pak Hen dalam pesan singkatnya di Hari Barokah, Jum’at 10 Maret 2017.
Lazimnya setiap hari Jum`at di seluruh Surau dan Mesjid pasti menyampaikan pesan keberkahan. Sebelum khatib menyampaikan hikmah dan petunjuk yang sudah ditentukan oleh Allah SWT, marbot akan mengingkat bahwa hari Jum’at adalah Hari Raya bagi orang fakir dan Haji bagi orang miskin. Tak peduli mereka yang ada di Lapas, di kampung-kampung di antara gegap gempita ibukota pasti diingatkan bahwa Allah akan mengangkat derajat manusia di hari Jum’at. Kalau tidak, bagaimana mungkin pesan Jum’at itu hanya sekedar janji Marbot kepada jamaah Jum’at. Pasti ada ketentuan dari Sang Maha Pengasih, Penyayang, Maha Pengampun atas dosa-dosa hambanya. Karenanya pesan itu akan didengar kepada mereka yang membentang sajadah di Hari Jum’at.
Bus yang membawa rombongan pasti sudah sampai, atau sudah kembali dari Lapas Cerucuk ke tempat semula. Apa boleh buat, saya justru baru membaca pesan singkat dari Pak Hen. Sebagai ASN dan anggota organisasi yang berlambang beringin saya hanya terusik, membayang hidup seperti bola yang mengelilingi pohon beringin. Tidak ada yang tahu persis akan mengelinding kemana bola itu setelah mengitari pohon beringin.
“Maaf pak saya baca pesan. Kalau lebih awal pasti saya ikut” . Pak Hen hanya menjawab: kami juga hanya bisa ketemu mereka di ruang penjagaan”. Sepertinya Pak Hen tahu kalau saya merasa bersalah, namun ia mencoba untuk membagi rasa bersalah. Tidak sepenuhnya niat mereka terwujud, seperti halnya keinginan saya untuk merasakan kebersamaan sesaama anggota Korpri. Lagi-lagi saya merasa hidup ini seperti bola menggelinding. Bisa jadi terpental, melambung keatas. Namun tidak kaku seperti besi. (*)
Oleh: Fithrorozi