TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Peningkatan konsumsi rumah tanggat memberikan andal terhadap output (PDRB) dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang dipaparkan Bappeda Provinsi Babel di Musrenbang (13/3) konsumsi Rumah tangga memberikan konstribusi terbesar selain konsumsi pemerintah (belanja modal). Tingkat konsumsi ini menjadi rujukan menentukan Indek Harga Konsumen (IHK) sehingga diketahui tingat Inflasi yang selanjutnya menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan.
Namun dari data Inflasi yang disajikan berbeda hingga perlu dikoreksi agar tidak mengganggu proses perencanaan pembangunan di daerah. Pasalnya data Inflasi dari Bapeda Provinsi Babel berbeda dengan data yang dimiliki Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
“Ada perbedaan data antara Bappeda Provinsi dengan yang perlu dikoreksi. Bappeda Provinsi menyebutkan tingkat Inflasi Tanjungpandan pada tahun 2016 1,81 padahal menurut data BPS 4,92 persen. Begitupun dengan pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB 3,83 tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi 4,93” ujar Ketua TPID Kabupaten Belitung, Drs. Jasagung Hariyadi, M.Si usai menerima anggota DPRD Kota Magelang, pagi tadi, Rabu, 15 Maret 2017.
Dengan perbedaan yang cukup signifikan akan mempengaruhi upaya mengantisipasi gelojak inflasi. Sebelumnya (minggu lalu), TPID sempat menggelar Rapat Koordinasi terkait dengan upaya mengantisipasi gejolak Inflasi, yang dipimpin langsung Ketua TPID, Drs Jasagung Haryiadi, M.Si. Dalam Rapat tersebut dikemukakan data tahun menjadi acuan untuk mengantisipasi “Tahun 2016 inflasi Tanjungpandan 4,92 persen namun kita meragukan akurasi data, misalnya keraguan barang seperti gorden dan lemari pakaian berkontribusi terhadap angka inflasi yang signifikan”
Jasagung mengakui bahwa inflasi kita selalu fluktuatif. Staff BI Pangkalpinang ketika melakukan paparan perkembangan ekonomi di Kantor Bupati beberapa waktu lalu juga membenarkan inflasi Tanjungpandan berfluktuasi. Salah satu penyebab karena terganggunnya distribusi barang-barang konsumsi dan diduga ada kartel yang mengendalikan harga di tingkat konsumen. “Kalau komoditas cabe menyumbang inflasi, hampir dikeluhkan di seluruh Indonesia. Di Tanjungpandan inflasi disebabkan kenaikan harga di sektor pendidikan, transportasi, perhubungan dan komoditas bahan. Biasanya pada bulan Jul hingga – Agustus gejolak harga dipengaruhi dari sektor pendidikan” kata Jasagung.
Bank Indonesia pada situs resminya menjelaskan, inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia. Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).
Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian dan Kemendagri.
Berdasarkan hasil pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipulikasikan, Tanjungpandan pada Juli 2016 mengalami inflasi 2,34 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari pada 130,32 Juni 2016 menjadi 133,37 pada Juli 2016. Sementara itu tingkat inflasi tahun kalender 4,24 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juli 2016 terhadap Juli 2015) sebesar 6,44 persen.
Kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks pada enam kelompok pengeluaran yakni kelompok bahan makanan sebesar 3,27 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 2,17 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,25 persen; kelompok sandang sebesar 0,63 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,31 persen; serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 7,49 persen. Sementara kelompok kesehatan tidak mengalami perubahan indeks atau relatif stabil. (fiet)