TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Sejumlah Raperda Kabupaten Belitung dan juga beberapa daerah di Indonesia sempat digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ditengarai penyebabnya karena dalam penyusunan Perda tidak didasarkan pada kajian yang mendalam yang tidak tidak disertai Naskah Akademi. Hal ini diungkapkan dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Naskah Akademik (NA) antara Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bangka Belitung dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Belitung
Bertempat di Ruang Rapat Bupati, Senin 20 Maret 2017 siang tadi pihak Kanwil Hukum dan HAM memaparkan sejumlah permasalahan dalam tahapan penyusunan Raperda. Sebagai besar pemapar adalah tenaga fungsional pada Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bangka Belitung dihadiri OPD dari Dinas Sekretaris Badan Pengelolaan Pajak dan Restribusi Daerah, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Kesehatan, Bagian Hukum,Bagian Tata Pemerintahan.
Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bangka Belitung telah melakukan harmonisasi Perda di beberapa kabupaten/kota di Babel antara lain tentang pengaturan peredaran minuman keras, tentang Izin Usaha Industri. “ Bahkan baru-baru ini Bangka Barat, mengajukan harmonisasi terhadap 7 Raperda ke kami (Kanwil Hukum dan HAM Babel)” kata Fungsional Perancang Perundang-undangan pada Kanwil Hukum dan HAM Babel. M.Iqbal, SH,MH.
Dalam paparannya, Iqbal menjelaskan alur penghormanisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi NA/Raperda yang dimulai dari Pengajuan tertulis untuk pengharmonisasian Draft NA/Raperda atas persetujuan pimpinan. Selanjutnya, Kepala Divisi membagi Tim Harmonisasi Perancangan yang mengkaji aspek hukum dalam Rapat Tim Harmonisasi serta memberikan Tanggapan Tertulis. Kemudian, Hasil Harmonisasi NA/Raperda diserahkan ke Pemda/OD terkait dan ke Ditejn PP sebagai tembusan.
Menurut Iqbal, setidaknya ada beberapa aspek permasalahan terkait dengan penyusunan Raperda yang perlu diperhatikan. “ Aspek substansi yang harus dipenuhi diantaranya tidak menghambat investasi, menyatakan secara konkrit kebijakan pelestarian lingkungan, berorientasi kepada pelayanan publik serta diserapnya nilai-nilai HAM dan kesetaraan gender. Sedangkan dari aspek teknis antara lain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, pengalaman dalam perumusan Raperda, lemahnya sumberdaya manusia yang memahami teknik penyusunan Perda dengan baik. Dan masalah yang tak kalah penting yang sering dihadapi adalah tidak adanya kesamaan pandangan antara Kepala Daerah dan DPRD “ jelas Agustus
Dalam rapat tersebut, Sekretaris Badan Pengelolaan Pajak dan Restribusi Daerah, Iskandar Febro sempat mempertanyakan dasar MK pernah menggugurkan Perda tentang Pajak dan Restribusi Kabupaten Belitung dan mengutarakan polemik seputar penentuan harga pada pada BPHTB. Terhadap pertanyaan Iskandar Febro, rekan M.Iqbal, Ismail SH,MH mengakui dalam penyusunan regulasi sering terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kepentingan antara pusat dan daerah. Hal ini yang menyebabkan objek pungutan antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.
Sedangkan untuk mengakomodir nilai-nilai HAM dalam penyusunan Perda sebagaimana yang ditanyakan Asisten I, Iqbal menjelaskan parameter atau item-item dari nilai-nilai HAM termuat dalam Keputusan Bersama antara Kemendagri dan Kemenkum dan HAM. “ Nilai HAM yang diterapkan bersifat umum. Misalnya dukungan pemerintah mendukung investasi. Daerah cukup memasukan item-item yang dijelaskan pada Keputusan Bersama dua menteri tersebut ” kata Iqbal
Diakhir rakor,Ismail SH secara tersirat sempat menawarkan kepada OPD di lingkungan Pemkab Belitung untuk bekerjasama dalam penyusunaan Perda. “ Tidak perlu ke konsultan dengan biaya mahal. Kami juga bisa membuat Naskah Akademiki dengan bukti empiris. Cukup dengan menulis surat ke Kanwil “ pungkas Ismail (fiet)