TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Ada 6 indikator kinerja yang harus dicapai BKKN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mensukses program KB pada tahun 2017. Namun di era di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah sejumlah kendala dalam melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) antara lain belum adanya standar klinis pelayanan KB yang harus diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti pada praktek bidan atau apakah harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Enam indikator kinerja yang termuat dalam kontrak kerja BKKN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2017. Pertama, indikator persentase pemakaian kontrasepi modern dengan target capaian 65,57. Kedua, persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi sebesar 8,17. Ketiga, indikator Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate) per Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan target 2,39. Keempat, indikator jumlah perserta KB Aktif Tambahan mencapai 7.218. Kelima, indikator persentase penurunan angka ketidakberlangsungan pemakaian (tingkat putus pakai) kontrasepsi. Keenam, persentase KB Aktif dengan menggunakan kontrasepsi menggunakan kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dengan target 10.24.
Terkait hal tersebut Kantor BKKBN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar Sosialisasi Peningkatan Akses Pelayanan KB Statis dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan KB Bagi Masyarakat di Kabupaten Belitung di Graha Resto pada Kamis, 30 Maret 2017.
Satu sisi dukungan terhadap pelaksanaan program KB dalam upaya pencapaian target kinerja sudah diterangkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Program JKN. Namun disisi lain dihadapkan pada persoalan Standar Klinis Pelayanan KB.
Kepala Subbidang Jalpemswa Perwakilan BKKBN Provinsi Bangka Belitung, dr. Nofianti dalam paparannya menyampaikan sejumlah indikator yang harus dicapai untuk mencapai sasaran yang ditargetkan pada tahun 2017. Menurutnya, berdasarkan tempat pelayanan KB hingga Desember 2016, di Kabupaten Belitung yang dilakukan oleh pemerintah sebanyak 2803 akseptor atau 88,01 % sementara Provinsi berjumlah 16.692 akseptor atau 45,75%. Pelayanan KB yang dilakukan pada Praktek Bidan mencapai 160 akseptor atau 5,02% sedang Provinsi mencapai 5.426 akseptor atau 14,87%. Pelayanan KB ditempat lainnya sebanyak 222 akseptor atau 6,97%. Sementara pelayanan pada Praktek Dokter tidak ada.
Selain Nofianti, dr Alvin September, Sp.OG dalam paparannya menegaskan perlunya peningkatan kualitas mutu pelayanan KB dan Tim Jaga Mutu dan perwakilan dari BPJS Kabupaten Belitung. Kehadiran BPJS ini penting.
Pada acara Diseminasi Kajian Program KB di era JKN pada tahun 2014 (22/1), Kepala BKKN Fasli sempat menyinggung mekanisme klaim pelayanan KB yang dilakukan oleh jejaring FKTP seperti bidan praktik mandiri. Dengan demikian, masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan layanan KB Mandiri. Menurut Fasli untuk memastikan setiap fasilitas kesehatan terdata dalam subsistem distribusi alat kontrasepsi dan pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi dan melancarkan klaim pelayanan KB dibutuhkan adanya integrasi sistem informasi fasilitas kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKKBN.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diwakili Sekretaris Dinas, Suskseyadi dalam sambutannya mengungkapkan pertumbuhan penduduk tidak lepas dari usaha pelayanan KB. Dan lima tahun terahir Belitung terlihat melepas ketergantungan kepada timah dan bergeser ke arah pariwisata juga turut mengendalikan persoalan sosial kependudukan. “Ketika bicara pelayanan KB, BKKBN tidak bisa jalan sendiri, perlu kerjasama dengan bidang teknis untuk mencapai target (kinerja). Dulu dengan 42 desa ada 72 orang penyuluh, 42 desa/kelurahan penyuluh KB-nya hanya 9 orang“ ujar Suksesyadi yang merasakan masa-masa sulit tahun 1990an ketika bertugas sebagai PLKB.
“Bagaimana pembiayaan, dulu ketika BKKBN masih jaya tidak masalah tapi sekarang (era JKN) di pusat juga ada pemangkasan anggaran tentu mempengaruhi pelayanan KB. Lalu bagaimana peran BPJS terkait dengan persoalan pembiayaan kontrasepsi yang tidak mandiri bisa ditanggulangi BPS. Dengan pertemuan ini saya harapkan ada kesepakatan” ujar Suksesyadi.
Sementara Plh. Kepala Layanan Operasional BPJS Kesehatan Kabupaten Belitung, Ricco Hanggara menjelaskan untuk klaim pelayanan KB selama ini sudah berjalan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan sudah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan tarif pelayanan JKN di Permenkes No 52 Tahun 2016 Khususnya di Kabupaten Belitung. Baik persalinan yang ditolong oleh bidan jejaring Puskesmas. “ Untuk suntik KB, pemasangan dan pelepasan IUD/Implant semua tindakan dan tarif tertuang dalam Permenkes no 52 tahun 2016” ujar Ricco. Kegiatan ini diikuti sejumlah bidan desa, penyuluh KB. (Fithrorozi/Dedy)